BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Materi dan terjemah
Surat Al Mudatsir
$pkr'¯»t ãÏoO£ßJø9$# ÇÊÈ óOè% öÉRr'sù ÇËÈ y7/uur ÷Éi9s3sù ÇÌÈ
y7t/$uÏOur öÎdgsÜsù ÇÍÈ tô_9$#ur öàf÷d$$sù ÇÎÈ
Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan!
dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu
bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah,
2.2 Asbabunuzul
ayat
Asy Syaikhain telah mengetengahkan sebuah hadits melalui Jabir r.a. yang telah
menceritakan, bahwa Rasulullah saw. Telah bersabda: “ Aku telah menyepi di
dalam gua hira selama satu bulan. Setelah aku merasa cukup tinggal didalamnya
selama itu, lalu aku turun dan beristirahat di suatu lembah. Tiba-tiba ada
suara yang memanggilku, akan tetapi aku tiada melihat seorang pun. Lalu aku mengangkat
muka ke langit, tiba-tiba aku melihat malaikat yang telah mendatangiku di dalam
gua hira menampakkan dirinya. Lalu aku kembali kerumah, dan langsung
mengatakan,”selimutilah aku”. Maka Allah menurunkan firman-Nya: hai orang-orang
yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan!(Q.S. 74 Al Muddatstsir,
1-2).[1]
Imam ath-Thabrani meriwayatkan dengan
sanad yang lemah dari Ibnu Abbas bahwa suatu hari, Walid ibnul-Mughiroh membuat
jamuan untuk orang-orang Quraisy. Tatkala mereka tengah makan Walid berkata,”
apa pendapat kalian tentang laki-laki ini (Muhammad)?” sebagian lalu berkata,”
tukang sihir!” akan tetapi yang lain membantah,” ia bukan tukang sihir!”
sebagian lagi berkata,” seorang dukun!” akan tetapi yang lain membantah,” ia
bukan dukun!” sebagian berkata,” seorang penyair!” tetapi lagi-lagi yang lain
menyangkal,” ia bukan seorang penyair!” sebagian yang lain lalu berkata,” apa
yang dibawanya itu (Al-Qur’an) adalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang
terdahulu).” Tatkala Rasulullah mendengar ucapan-ucapan tersebut beliau
langsung merasa sedih. Beliau lantas menutup kepalanya serta menyelimuti
tubuhnya dengan selimut. Allah lalu menurunkan ayat,” wahai orang-orang yang
berkemul (berselimut)! Bangunlah lalu berilah peringatan!” hingga ayat 7,” dan
karena Tuhanmu, bersabarlah.”[2]
Dari penjelasan di atas penulis lebih condong kepada
pendapat yang pertama yaitu dari Asy Syaikhain, bahwa nabi setelah menerima
wahyu yang pertama dari malaikat jibril maka nabi pulang dan meminta tolong
kepada istrinya untuk diselimuti. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Hai
orang-orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan!(Q.S. 74 Al
Muddatstsir, 1-2).
2.3 Tafsir
ayat
يأيها المدثر Dalam tafsir al-maraghi menyatakan bahwa ayat ini
menjelaskan bahwa wahai orang-orang yang berselimutkan pakainnya karena takut dan
kecut melihat malaikat ketika permulaan turunnya wahyu.[3] Dari pendapat Al-Maraghi ini menjelaskan bahwa nabi Muhammad merasa
takut ketika menerima wahyu kemudian beliau pulang dan berselimut. Dalam tafsir jalalain menyatakan bahwa lafadz
al-muddatstsir, kemudian huruf ta diidghamkan kepada huruf dal sehingga jadilah
al-muddatstsir,
artinya orang yang menyelimuti dirinya dengan pakaiannya sewaktu wahyu turun
kepadanya.[4] Dalam
pendapatnya ini menjelaskan bahwa nabi Muhammad menyelimuti dirinya ketika
mendapat wahyu dari Allah melalui perantara malaikat Jibril.
Dari dua pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa ketika dalam proses menerima wahyu dari Allah melalui malaikat jibril
nabi Muhammad merasa takut, kemudian pulang dan berselimut.
Kesimpulan ayat
Kesimpulan dari ayat ini ialah bagaimana seorang da’i dalam proses menyampaikan
sebuah ajaran dan mengajak orang kepada Tuhannya Yang Maha Besar lagi Maha
Tinggi tidak akan merasa takut dan seorang da’i harus mempunyai akhlak mulia
dan sifat-sifat terpuji.
- Pesan takwa
Perintah: berani dalam menyampaikan dan mengajak dalam
kebenaran kepada masyarakat.
Larangan: jangan takut dalam menyampaikan dan mengajak
dalam kebenaran kepada masyarakat.
- Aplikasi pesan takwa
Saya berniat dan berusaha berani dalam menyampaikan
kebenaran kepada masyarakat.
- Shalat berjamaah.
قم فأندر Dalam tafsir jalalain menjelaskan bahwa
pertakutilah penduduk makkah dengan neraka jika mereka tidak mau beriman.[5] Dalam
pendapatnya ini menjelaskan bahwa nabi Muhammad agar memberikan peringatan
kepada penduduk makkah tentang adanya neraka dan siksanya.
Dalam tafsir al-maraghi menjelaskan bahwa
nabi Muhammad agar menyingsingkan
lengan baju dan memperingatkan penduduk makkah akan siksaan pada hari yang besar, dan mengajak mereka untuk
mengetahui kebenaran agar mereka selamat dari kengerian hari yang karenanya
setiap yang menyusui meninggalkan susunya.[6] Dalam pendapatnya ini al-maraghi menjelaskan bahwa nabi Muhammad
agar memperingatkan penduduk makkah kepada jalan kebenaran.
Dari dua pendapat di atas penulis lebih condong pada
pendapat yang kedua bahwa: Allah dalam proses menyampaikan wahyu kepada nabi
Muhammad saw melalui perantara malaikat jibril adalah agar nabi muhammad
memberi peringatan dan mengajak penduduk makkah untuk mengetahui kebenaran agar
selamat.
Kesimpulan ayat
Kesimpulan dari ayat ini ialah bagaimana seorang da’I dalam proses menyampaikan
sebuah ajaran dan mengajak dalam kebenaran kepada masyarakat semata-mata agar
mereka bahagia dan selamat di dunia dan akhirat.
1. Pesan takwa
Perintah: menyampaikan kebenaran kepada masyarakat.
Larangan: bersikap apatis ketika mengetahui kebenaran dan tidak mau
menyampaikannya.
2. Aplikasi pesan takwa
Saya berniat untuk menyampaikan kebenaran kepada masyarakat.
Saya berniat untuk mengajak teman shalat berjamaah agar sama-sama selamat dunia
akhirat.
وربكفكبّر
Dalam tafsir
al-maraghi
menjelaskan ayat bahwa agungkan tuhanmu dan pemilik segala urusanmu dengan
beribadah kepadanya dan penuh harapan kepadanya, tanpa tuhan-tuhan danserikat-serikat
lainnya.[7] Dalam
pendapatnya ini al-maraghi menjelaskan beberapa poin bahwa agar kita
mengagungkan Tuhan dengan beribadah tanpa melakukan syirik.
Dalam tafsir jalalain menjelaskan ayat
bahwa agungkanlah dia dari persekutuan yang diada-adakan oleh orang-orang
musyrik.[8] Dalam
pendapat ini menjelaskan bahwa agar kita mengagungkan Tuhan dan dilarang
mempersekutukan-Nya seperti yang dilakukan oleh orang-orang musyrik.
Dari dua pendapat di atas maka penulis dapat menarik
kesimpulan bahwa agar kita selalu beribadah dengan mengagungkan Tuhan tanpa
menyekutukannya.
Kesimpulan ayat
Kesimpulan dari ayat ini adalah bagaimana seorang da’i
dalam proses berkomunikasi dengan Tuhannya melalui ibadah dengan
sungguh-sungguh tanpa mempersekutukannya.
1. Pesan takwa
Perintah: agar beribadah dengan mengagungkan Tuhan tanpa melakukan syirik.
Larangan: berbuat syirik kepada Tuhan.
2. Aplikasi pesan takwa
Saya niat untuk selalu beribadah kepada Tuhan tanpa menyekutukan-Nya.
Saya niat untuk mengawali setiap ibadah dengan mengingat Allah dengan membaca
basmalah.
وثيا بكفطهر
Dalam tafsir
jalalain menjelaskan ayat bahwa: dan pakaianmu bersihkanlah dari najis, atau
pendekkanlah pakaianmu sehingga bebeda dengan kebiasaan orang-orang arab
yang selalu menguntaikan pakaian mereka hingga menyentuh tanah, dikala mereka
menyombongkan diri, karena dikhawatirkan akan terkena barang najis.[9] Dalam
pendapatnya ini dijelaskan bahwa sebagai seorang muslim kita dilarang untuk
memanjangkan celana agar tidak terkena najis dan dikhawatirkan sombong.
Dalam tafsir al maraghi menjelaskan
ayat bahwa ibnu abbas pernah ditanya tentang hal tersebut. Maka jawabnya:
janganlah engkau mengenakannya untuk maksiat dan ingkar janji. Kemudian
katanya: tidaklah engkau mendengar ucapan ghailan ibnu maslamah ats-tsaqafi:
alhamdulillah aku tidak mempunyai pakaian jahat yang kupakai, dan tidak
pula pakaian ingkar yang kusenangi.[10]
Dalam pendapatnya al-maraghi menjelaskan bahwa dalam
megenakan pakaian agar kita memakai pakaian bersih baik dari najis maupun dari
asal usulnya.
Dari dua pendapat di atas penulis lebih condong pada pendapat pertama bahwa
kita agar selalu membersihkan pakaian kita dan menjaganya dari najis dengan
cara memanjangkannya agar tidak menyentuh tanah, dan kita dilarang untuk
sombong.
Kesimpulan ayat
Kesimpulan ayat ini adalah bagaimana seorang da’I dalam
proses komunikasi dengan Allah agar memperhatikan kebersihan pakainnya baik
dari najis dan dari asal usulnya dan dilarang melakukan sombong, agar amalnya
diterima oleh Allah swt.
1. Pesan takwa
Perintah: memanjangkan celana agar tidak terkena najis.
Larangan: berbuat sombong.
2. Aplikasi pesan takwa
Saya niat untuk selalu menjaga kebersihan pakaian dari segala najis dal
lain-lain.
Saya niat untuk mengajak keluarga, teman, dan saudara untuk senantiasa menjaga
kebersihan pakaian dari segala najis.
ورجزفاهجر
Dalam tafsir
jalalain menjelaskan ayat bahwa lafaz ar rujza ditafsirkan oleh nabi saw.
Berhala-berhala (tinggalkanlah) hal itu untuk selama-lamanya.[11] Dalam
pendapatnya dijelaskan bahwa kita agar menjauhi berhala-berhala dan segala
bentuk kesyirikan.
Dalam tafsir al maraghi menjelaskan
ayat bahwa jauhilah maksit dan dosa yang dapat yang menyampaikan kepada adzab
di dunia dan akhirat; karena jiwa itu jika bersih dari maksiat dan dosa
akan bersiap berlapang kepada yang lain dan mau mendengar dan rindu kepada apa
yang diserukan oleh juru dakwah.[12] Dalam pendapatnya al-maraghi menjelaskan agar kita menjauh
maksiat dan dosa yang menghalangi datangnya hidayah dan yang mengatarkan
azab di dunia dan akhirat.
Dari dua pendapat diatas penulis lebih condong pada
pendapat kedua bahwa agar kita menjauhi segala perbuatan maksiat dan dosa,
supaya hati kita senantiasa bersih sehingga memudahkan datangnya hidayah dan
memudahkan dalam menerima seruan kebenaran.
Kesimpulan ayat
Kesimpulan ayat ini adalah bagaimana seorang da’I dalam
proses komunikasi dengan Allah senantiasa menjauhi diri dari segala bentuk
kesyirikan dan dosa yang akan mengantarkan pada azab dunia dan akhirat,
sehingga seorang da’I agar senantiasa menjaga kebersihan hatinya agar selalu
dalam petunjuk Allah.
1. pesan takwa
perintah: selalu membersihkan hati dari dosa dan maksiat agar mudah dalam
menerima hidayah.
Larangan: berbuat syirik, dosa, dan maksiat.
2. aplikasi pesan takwa
saya niat untuk menjaga diri dari segala dosa agar terhindar dari azab dunia
dan akhirat.
Saya niat mengajak keluarga, teman, dan saudara untuk senantiasa shalat,
dzikir, infak, sodaqoh, dan lain-lain sebagai sarana menghapus dosa-dosa kita.
ولاتمننتستكثر
Dalam tafsir
jalalain menjelaskan ayat bahwa lafaz tastaktsiru dibaca rafa’ berkedudukan
sebagai hal atau kata keterangan keadaan. Maksudnya, janganlah kamu memberi
sesuatu dengan tujuan untuk memperoleh balasan yang lebih banyak dari apa yang
telah kamu berikan itu. Hal ini khusus berlaku hanya bagi nabi saw. Karena
sesungguhnya dia diperintahkan untuk mengerjakan akhlak-akhlak yang paling
mulia dan pekerti yang lebih baik.[13] Dalam pendapatnya dijelaskan bahwa agar
kita dalam memberi sesuatu agar tidak mengharapkan balasan yang lebih banyak.
Dalam tafsir al-maraghi menjelaskan ayat bahwa janganlah
engkau memberikan kepada sahabat-sahabatmu wahyu yang engkau beritahukan dan sampaikan
kepada mereka dengan mengharap engkau akan banyak memberikan hal itu kepada
mereka. Dan maknanya mungkin juga: janganlah engkau merasa lemah.[14] Dalam pendapatnaya al-maraghi
menjelaskan bahwa dalam menyampaikan wahyu kepada sahabat, agar nabi muhammad
tidak mengharap apa yang diberikan kepada mereka akan membawa banyak hal kepada
mereka.
Dari dua pendapat diatas penulis lebih condong pada
pendapat yang pertama bahwa dalam memberi segala sesuatu kepada orang lain agar
tidak mengharap imbalan yang lebih, dan kita diperintahkan untuk megerjakan
akhlak dan budi pekerti yang baik.
Kesimpulan ayat
Kesimpulan dalam ayat ini adalah bagaimana seorang da’I
dalam proses komunikasi dengan masyarakat (mad’u) senantiasa tidak mengharapkan
imbalan yang lebih dari apa yang kita berikan sebelumnya.
1. Pesan takwa
Perintah: agar kita ikhlas dan tanpa pamrih dalam memberikan sesuatu kepada
orang lain.
Larangan: mengharap imbalan yang lebih dari apa yang kita berikan berikan
keapda orang lain.
2. Aplikasi pesan takwa
Saya niat untuk ikhlas dalam melaksanakan ibadah, dan tugas-tugas yang telah
diamanahkan kepada saya.
Saya niat untuk mengajak keluarga, teman, dan saudara membudayakan memberi
sesuatu apa yang bisa kita berikan karena Allah semata dan tanpa mengharap
imbalan dari manusia.
ولربّىكففصبر
Dalam tafsir jalalain menjelaskan ayat bahwa ; (dan
kepada rabbmu bersabarlah) di dalam melaksanakan perintah-perintah dan menjauhi
larangan-larangan-Nya.[15]
Dalam pendapatnya menjelaskan bahwa kita agar kita mempunyai sifat sabar dalam
menerima ketentuannya.
Dalam tafsir al-maraghi menjelaskan ayat bahwa
bersabarlah dalam taat dan ibadah kepada-Nya. Berkata Muqatil dan Mujahid:
bersabarlah dalam menghadapi gangguan dan pendustaan.[16] Dalam pendapatnya al-maraghi
menjelaskan bahwa agar kita sabar dalam menghadapi apapun.
Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kita
hendaknya selalu bersabar dalam menghadapi segala ujian baik perintah maupun
larangan-Nya dalam ketaatan dan ibadah kepada-nya.
Kesimpulan ayat
Kesimpulan dalam ayat ini adalah bagaimana seorang da’I
dalam proses komunikasi baik dengan Allah maupun terhadap mad’unya hendaknya
bersabar dalam melaksanakan apa yang diperintah-Nya maupun yang dilarang-Nya.
Dan sabar dalam taat dan ibadah dalam menghadapi segala cobaan dan ujian.
1. Pesan takwa
Perintah: agar kita hendaknya bersabar dalam taat dan ibadah kepada Allah.
Larangan: putus asa dalam mengahadapi ujian dan cobaan dari Allah.
2. Aplikasi pesan takwa
Saya niat untuk senantiasa sabar dan tidak mengeluh dalam menerima ujian dan
berusaha ingin menjadi umat yang terbaik.
Saya niat untuk mengingatkan keluarga, saudara, dan teman agar senantiasa sabar
dan tawakal dalam menerima ujian dan cobaan dari Allah SWT, dan tidak cepat
putus asa karena setiap permasalahan pasti ada pemecahannya.
[1] Jalaluddin al-mahalliy, jalaluddin as-suyuthi,
tafsir jalalain berikut asbaabun nuzul ayat, 1990, bandung: sinar baru, hal: 2597
[2] Jalaluddin as-suyuthi, Sebab Turunnya Al-Qur’an, terj. 2008, Jakarta: Gema Insani, hal:
603
[3] Syaikh ahmad mushthafa al-maraghi, tafsir al
maraghi terj, 1989, semarang: tohaputra, hal: 202
[4] Jalaluddin al-Mahalliy, Jalaluddin as-Suyuthi, Tafsir Jalalain berikut Asbaabun Nuzul ayat, 1990, Bandung: Sinar Baru, hal: 2584
[5] Jalaluddin al-Mahalliy, Jalaluddin as-Suyuthi, Tafsir Jalalain berikut Asbaabun Nuzul ayat, 1990, Bandung: Sinar Baru, hal: 2584
[7] Syaikh ahmad mushthafa al-maraghi, tafsir al
maraghi terj, 1989, semarang: tohaputra, hal: 203
[8] Jalaluddin al-mahalliy, jalaluddin as-suyuthi,
tafsir jalalain berikut asbaabun nuzul ayat, 1990,
Bandung: sinar baru, hal: 2584
[9]
Jalaluddin al-mahalliy, jalaluddin as-suyuthi, tafsir jalalain berikut asbaabun
nuzul ayat, 1990, Bandung: sinar baru, hal: 2584-2585
[10] Syaikh ahmad mushthafa al-maraghi, tafsir al
maraghi terj, 1989, semarang: tohaputra, hal: 203
[11] Jalaluddin al-mahalliy, jalaluddin as-suyuthi, tafsir jalalain berikut
asbaabun nuzul ayat, 1990, Bandung: sinar baru, hal:
2585
[13] Jalaluddin al-mahalliy, jalaluddin as-suyuthi, tafsir jalalain berikut
asbaabun nuzul ayat, 1990, Bandung: sinar baru, hal:
2585
[15] Jalaluddin al-mahalliy, jalaluddin as-suyuthi, tafsir jalalain berikut
asbaabun nuzul ayat, 1990, Bandung: sinar baru, hal:
2585
Tidak ada komentar:
Posting Komentar